I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan nila merupakan ikan air tawar yang cukup popular dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dan termasuk komoditas unggulan dalam bisnis perikanan air tawar. Jenis ikan ini sebenarnya bukan asli Indonesia. Habitat asli ikan nila adalah sungai Nil dan daerah perairan sekitarnya. Menurut sejarahnya, ikan nila masuk ke Indonesia pada tahun 1969. Ikan nila didatangkan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar (BPAT) Bogor dari Taiwan. Setelah diteliti dan dilakukan adaptasi, ikan ini mulai disebarkan ke beberapa daerah di Indonesia sebagai negara budidaya. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan. Nama tersebut diambil dari nama spesies ikan ini, yakni Oreochromis niloticus yang kemudian diambil dengan nama mudah menjadi nila (Sutanto, 2015). Ikan nila hidup di perairan air tawar hampir di seluruh Indonesia. Permintaan yang besar terhadap ikan nila mengakibatkan budidaya ikan nila semakin berkembang dan menjadi ladang bisnis yang menjanjikan. Perkembangan ikan nila juga didukung banyaknya penelitian tentang ikan nila sehingga sekarang banyak dihasilkan jenis ikan nila unggulan (Prayoga, 2011).
Sehubungan dengan uraian di atas (ikan nila menjadi komonditas unggulan) terdapat permasalahan, yaitu ketersediaan benih. Ketersediaan benih ikan Nila sangat terbatas, merupakan kendala meningkatkan produksi perikanan, sehingga usaha pembenihan merupakan usaha yang sangat penting pada sektor budidaya perikanan. Kegiatan pembenihan akan berhasil jika menguasai bagian pemeliharaan larva dan pendederan. Pemeliharaan larva dan pendedean merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan penyediaan benih yang berkualitas dan berkuantitas baik secara terus-menerus dalam usaha budidaya perikanan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilaksanakan praktek kerja lapangan dengan judul teknik pemeliharaan larva ikan nila (Oreochromis niloticus) di Balai Benih Ikan (BBI) KM 36 Kelurahan Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah.
1.2. Tujuan
Tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini adalah untuk :
1. Mengetahui teknik pemeliharaan larva ikan nila (Oreochromis niloticus) di balai benih ikan (BBI) KM 36 Kelurahan Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah.
2. Mengetahui permasalahan yang timbul pada teknik pemeliharaan larva ikan nila (Oreochromis niloticus) di balai benih ikan (BBI) KM 36 Kelurahan Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah.
3. Mendapatkan wawasan, pengalaman, dan keterampilan dalam kegiatan teknik pemeliharaan larva ikan nila (Oreochromis niloticus) di balai benih ikan (BBI) KM 36 Kelurahan Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah secara langsung.
1.3. Manfaat
Diharapkan dari praktek kerja lapangan ini dapat meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan memperoleh keterampilan serta mendapatkan pengalaman kerja secara langsung dalam kegiatan pemeliharaan larva ikan nila (Oreochromis niloticus) di balai benih ikan (BBI) KM 36 Kelurahan Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Menurut Saanin (1984), Ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki morfologi seperti Gambar 1.
Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
(Sumber : Saanin, 1968)
Klasifikasi ikan nila menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Sub kelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Ikan nila mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caudal fin) ditemukan garis lurus (vertikal). Pada si rip punggung ditemukan garis lurus memanjang. Ikan nila dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung badannya. Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin), tiga sirip anal (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup ingsang sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat.
2.3. Habitat dan Penyebaran
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar, terkadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Ikan nila dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu di bawah 21 ° C (Harrysu, 2012).
2.2. Pakan dan Kebiasaan Makan
Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan yang tergolong sebagai ikan omnivore (Iriantoet al., 2006), ikan ini termasuk omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati. Ikan air tawar umumnya dapat tumbuh baik dengan pemberian pakan yang mengandung kadar protein 25-35 % (Widyanti,2009).
Pakan yang dimakan ikan berasal dari alam (disebut pakan alami) dan dari buatan manusia (disebut pakan buatan). Dalam praktiknya, pakan alami sudah terdapat secara alami dalam perairan kolam tempat pemeliharan ikan. Pakan alami sangat bagus diberikan pada ikan yang masih dalam stadia benih. Sedangkan pakan buatan diramu dari beberapa bahan baku yang memiliki kandungan nutrisi spesifik.
Ketersediaan pakan alami merupakan faktor pembatas bagi kehidupan benih ikan di kolam. Di dalam unitpembenihan, jasad pakan harus dipasok secara kontinyu. Keistimewaan pakan alami bila dibandingkan dengan pakan buatan adalah kelebihan pemberian pakan alami sampai batas tertentu tidak menyebabkan penurunan kualitas air. Selain makanan alami yang tersedia di kolam, diberikan juga makanan tambahan pakan (pelet) dengan kandungan protein minimal 25%, dengan frekuensi pemberian pakan 2 – 3 kali sehari yaitu : pagi, siang dan sore hari. Jumlah pakan ransum yang diberikan 30% dari berat biomas ikan perhari (Sutisna dan Sutarmanto, 1999).
Kualitas pakan baik secara fisik, kimia dan biologi sangat menentukan peforma pakan. Kualitas tersebut antara lain bentuk pakan, respon ikan terhadap aroma, rasa dan tekstur pakan sehingga pakan itu bisa diterima oleh ikan, kecernaan, dan ketersediaan nutrien serta energi dalam pakan (Sunarno dan Widiyati, 2010). Setiap ikan membutuhkan kadar protein yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya dan dipengaruhi oleh umur/ukuran ikan, namun pada umumnya ikan membutuhkan protein sekitar 35 – 50% dalam pakannya. Kelompok ikan omnivora seperti ikan nila (Oreochromis niloticus) yang berukuran juvenil membutuhkan protein 35% di dalam pakannya.
Ketersediaan pakan yang baik bagi pertumbuhan ikan nila harus mampu memenuhi kebutuhan nutrisi ikan. Aspek kebutuhan gizi pada ikan sama dengan makhluk lain, yang berperan dalam proses fisiologis dan biokimia.
2.4. Pemeliharaan Larva Ikan Nila
Umumnya induk nila akan memijah secara bertahap setelah dipasangkan selama seminggu. Setelah larva nila menetas dan dibiarkan oleh induknya, larva ikan ini akan mencari makanan dan bergerombol kemanapun mereka pergi. Larva akan tampak bergerombol di tepi kolam. Larva mulai di panen dengan cara diserok setiap pagi dan sore hari. Larva tersebut dikumpulkan berdasarkan ukuran. Umumnya, larva yang terkumpul dalam minggu yang sama dianggap satu keturunan. Larva akan di tampung pada hapa dan dipelihara selama satu bulan kemudian ditebar pada kolam pendederan.
2.5. Kualitas Air
Ikan nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan dengan alkalinitas rendah atau netral. Ikan nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Keadaan pH airantara 5–11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan ini adalah 7- 8. Sedangkan oksigen terlarut sebesar 6-8 ppm. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada salinitas 0-35 ppt. Suhu air pada kolam pemeliharaan ikan nila cenderung stabil. Suhu yang dapat ditoleransi oleh ikan nila berkisar 25 - 30°C. Kisaran konsentrasi oksigen yang lebih aman dalam budidaya perairan antara 5 - 7 mg/l (Allanson et al, 1971).
2.2.6 Hama dan Penyakit
Masalah penyakit dapat merupakan kendala utama karena dapat merugikan usaha budidaya seperti penurunan produksi, penurunan kualitas air dan bahkan kematian total. Penyakit dapat disebabkan oleh beberapa jenis patogen seperti, virus, parasit, jamus dan bakteri, beberapa jenis bakteri yang umum menyerang ikan air tawar seperti Aeromonas sp. dan Streptococcus sp. (Austin dan Austin 1993). Bercak merah biasanya di sebabkan bakteri Aeromonas. Ciri-ciri ikan nila yang terkena penyakit bercak merah yaitu adanya pendaraharan pada bagian tubuh yang terserang, sisik mengelupas, perut membusung, ada borok/luka, ikan terlihat lemah dan sering muncul pada permukaan kolam. Penyakit bercak merah ini biasanya membuat peternak ikan nila merasa kuatir, karena dapat menyebabkan kematin massal pada ikan nila. Penyakit ini mudah menular pada ikan-ikan lain yang berada pada satu lokasi kolam.
Penyakit ikan muncul akibat ketidak serasian antara ikan sebagai inang patogen (mikro organisme penyebab penyakit) serta lingkungan. Salah satu penyakit yang menjadi masalah dalam budidaya ikan adalah penyakit mikosis (Irianto, 2004; Kordi dan Ghufran, 2004), terutama dalam budidaya ikan nila adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Jamur yang menyerang ikan nila, yaitu: Saprolegnia, Aspergillus niger, dan Aspergillus terreus. Larva ikan nila di BBI biasanya terserang penyakit Aeromonas sp. Cara pengobatan ikan yang terserang penyakit Aeromonas sp. Penyakit Aeromonas sp ini dapat diobati dengan menggunakan antibiotik. Ikan nila yang dipelihara dengan menggunakan kolam tanah atau beton, maka antibiotik ini dapat digunakan dengan cara ditebar di kolam ataupun juga dapat diberikan dengan dicampur pakan ikan nila. Antibiotik yang ditebar di kolam yaitu berupa PK atau bisa juga menggunakan obat lain yang serupa. Antibiotik PK ini dijual di toko-toko pertanian atau toko akuarium. Cara penggunaannya pun cukup mudah, cukup ikuti dosis dan cara penggunaannya yang tertera pada botol. Sedangkan antibiotik yang dicampur dengan pakan dapat menggunakan antibiotik oxytetracyclin, dengan dosis 50 mg/kg pakan ikan nila. Antibiotik dapat dicampurkan dengan pakan selama 7 hingga 10 hari sampai ikan terlihat sembuh. Untuk pencegahan, pembudidaya dapat memberikan vaksin pada fase awal pertumbuhan larva. Vaksin yang digunakan di BBI KM 36 Tangkiling menggunakan vaksin strepto Vac.
III. METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN
3.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang dilaksanakan pada tanggal 23 Oktober – 23 November 2019, bertempat di balai benih ikan (BBI) KM 36 Kec. Bukit Batu Tangkiling Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada Teknik pemeliharaan Larva ikan nila (Oreochromis niloticus) di balai benih ikan (BBI) KM 36 Kec. Bukit Batu Tangkiling Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah dapat dilihat padaTabel 1.
Tabel 1.Alat untuk Pemeliharaan Larva ikan (Oreochromis niloticus)
No
Alat
Kegunaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Hapa
meteran
Termometer
Botol sampel
Seechi disk
Do meter
Ember plastik
Penggaris
Timbangan analitik
pH
Tempat pemanenan larva ukuran125x50 x40
Untuk mengukur luas dan tinggi kolam
Untuk mengukur suhu perairan kolam
Untuk tempat sampel air kolam
Untuk mengukur kecerahan perairan kolam
Untuk mengukur DO kolam pemeliharaan
Untuk tempat sampel perhitungan larva ikan
Untuk mengukur panjang larva ikan nila
Untuk menghitung pakan dan berat larva di akhir pemeliharaan
Mengukur tingkat keasaman air
Sumber : Praktek Keterampilan Lapangan 2019
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan pada teknik pemeliharaan larva ikan nila (Oreochromis niloticus) di balai benih ikan (BBI) KM 36 Kec. Bukit Batu Tangkiling Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan untuk Pemeliharaan Larva ikan (Oreochromis niloticus)
No
Bahan
Kegunaan
1
2
3
4
Larva ikan nila
Air tawar
Pelet
Kapur
Sebagai larva pemeliharaan
Media hidup
Pakan Ikan
Membunuh hama dan penyakit serta
Menaikkan pH
Sumber : Praktek Keterampilan Lapangan 2019
3.3. Prosedur Praktek Kerja Lapangan
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam praktek kerja lapangan di Balai Benih Ikan (BBI) Tangkiling yaitu sebagai berikut :
3.3.1.Persiapan Kolam Pemeliharaan Larva
Teknik pemeliharaan larva ikan nila diawali dengan persiapan kolam pemeliharaan ikan nila. Ikan nila ini dapat dibudidayakan di berbagai jenis kolam. Pada kegiatan praktek ini terdapat 2 wadah yang dibutuhkan dalam pemeliharaan larva ikan nila, diantaranya wadah pemeliharaan pada akuarium dan wadah pemeliharaan di kolam pendederan. Pemeliharaan larva di BBI Km 36 menggunakan akuarium (panjang akuarium 60 cm, lebar akuarium 40 cm dan tinggi akuarium 40 cm) sedangkan, kolam pendederan (ukuran kolam panjang 10 m, lebar 6 m, dan tinggi 1 m). Sebelum ditebar ke kolam pendederan larva akan dipelihara di akuarium selama 1 minggu, sehingga akuarium perlu disiapkan terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai wadah pemeliharaan larva dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Persiapan Akuarium Tempat Pemeliharaan
Sumber : (Foto/Dokumentasi PKL)
Setelah wadah akuarium selesai, kolam pendederan perlu disiapkan karena kolam pendederan berfungsi sebagai tempat untuk mendederkan larva yang mempunyai ukuran yang relatif lebih besar setelah keluar dari hatchery untuk mencapai ukuran benih, sehingga dapat mencapai ukuran yang bisa dijual di pasaran. Kolam pendederan dibuat sedemikian rupa agar memiliki ukuran yang reltif besar. Hapa dibuat dari waring hijau dengan ukuran lubang 2 ml dan ukuran panjang dan lebar yaitu 2 x 1 meter. Pada kolam pendederan terdapat 4 hapa berukuran 2 x 1 meter, tetapi hanya digunakan 1 hapa untuk pemeliharaan larva ikan. Hapa pada kolam pendederan dibuat dengan cara diikat dengan bambu atas dan dasarnya, dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Persiapan Kolam Pemeliharaan
Sumber : (Foto/Dokumentasi PKL)
Sebelum memasang hapa pemeliharaan ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam mempersiapkan kolam pendederan. Pengolahan dasar kolam, pengapuran kolam, pengisian air kolam, dan pemupukan. Pengolahan dasar kolam dilakukan setelah pengeringan kolam. Pengeringan dasar kolam dilakukan setiap kali selesai pemanenan. Pengeringan dasar kolam di lakukan dengan menutup pipa pemasukan air dan membuka pipa pengeluaran air yang ada pada sisi kolam, jika didalam kolam masih ada air yang tersisa, maka kolam dibiarkan selama 3 hari sampai tanah dasar terlihat kering/retak-retak, kemudian menutup pintu pemasukan air dan membuka pintu pengeluaran air setelah kolam sudah kering. Namun, di Unit Balai Benih (BBI) Km 36 Tangkiling, kolam tidak dapatkering sepenuhnya, selain karena lumpur yang dalam juga karena sumber air tanah yang ada pada kolam tersebut besar dan juga karena faktor cuaca. Setelah itu baru dilakukan pengolahan dasar kolam dengan cara membalik tanah dasar kolam sebagian dan meratakannya lalu dilakukan pengapuran. Dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengolahan Dasar Kolam Pendederan
Sumber : (Foto/Dokumentasi PKL)
Pengapuran kolam dilakukan setelah pembalikan tanah dasar kolam. Kapur yang digunakan ada dua jenis dengan kegunaan yang berbeda yaitu kapur bangunan dan kapurdolomit atau biasa disebut kapur pertanian. Kapur bangunan digunakan untuk membasmi hama-hama atau sisa-sisa ikan, baik itu ikan yang dibudidaya maupun ikan liar yang sebelumnya tidak tertangkap saat pemanenan dengan dosis 150g/m2. Sedangkan untuk kapur dolomit digunakan untuk menetralkan pH air dengan dosis 250g/m2. Pengapuran dasar kolam dilakukan dengan cara menebarkan kapur bangunan terlebih dahulu dan ditebarkan secara merata dan searah dengan angin untuk mengindari debu kapur terkena mata seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengapuran Kolam Pendederan
Sumber : (Foto/Dokumentasi PKL)
Pengapuran berikutnya dengan kapur dolomit dilakukan setelah air di isi sekitar 20 – 30 cm, kapur terlebih dahulu dimasukan ke dalam baskom besar untuk dilarutkan dengan air. Setelah kapur larut semua baru disebarkan ke seluruh permukaan air kolam.Setelah proses pengapuran selesai, maka prosedur selanjutnya adalah pengisian air kolam dengan menutup bendungan agar air di saluran irigasi naik, kemudian membuka pipa pemasukan air dan menutup pipa pengeluaran air agar air dapat terisi dengan ketinggian air 50 -70 cm dan biarkan selama 2hari sampai warna air berubah menjadi sedikit kehijauan, setelah itu baru dilakukan proses pemupukan.
Setelah melakukan pengapuran, kemudian pengisian air kolam selanjutnya dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk organik atau pupuk kandang dari kotoran ayam. Biasanya di Unit BBI Km 36 Tangkiling pemupukan menggunakan dosis 250 gr/m2. Pemupukan dilakukan dengan cara meletakan pupuk dijaring berukuran 1 x 1kemudian di ikat atau bisa juga dengan membuat beberapa lobang pada karung tempat menyimpan pupuk itu sendiri. Setelah itu diletakkan pupuk di sisi kolam dan dibiarkan mengapung di permukaan kolam sambil digoyang-goyangkan yang bertujuan untuk mengeluarkan sari pada pupuk dan yang nantinya akan dimanfaatkan lagi oleh organisme lainnya. Setelah pupuk kandang selesai ditebarkan, selanjutnya memberikan larutan SPF sekitar setengah botol kedalam kolam yang dimana larutan tersebut merupakan salah satu produk untuk menumbuhkan pakan alami dan menyuburkan air kolam. Tetapi pada kegiatan yang saya lakukan tidak ditambahkan larutan SPF karna stok larutan ini sedang kosong di BBI. Selanjutnya, Sebelum larva ditebarkan, biarkan air kolam selama 2 hari sampai air berubah menjadi warna hijau yang menandakan bahwa pakan alami sudah tumbuh. Proses pemupukan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar6. Pemupukan Kolam Pendederan
Sumber : (Foto/Dokumentasi PKL)
3.3.2. Sumber Larva Pemeliharaan
Sumber larva yang dipelihara di BBI Km 36 Tangkiling diperoleh dari hasil produksi sendiri. Proses pemijahan ikan nila dilakukan secara alami yang dapat dilakukan di dasar kolam. Pada saat pemijahan, induk jantan ikan nila akan membuat suatu lingkaran di dasar kolam atau sarang kemudian mengundang betina dating dan melakkukan pemijahan (Brotoadji, 2011). Ikan nila mulai memijah pada umur 4 bulan ata berat sekitar 300 gram. Perbandingan ikan jantan dan ikan betina dalam kolam pemijahan yaitu 1 : 3. Proses pemijahan membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 1-2 bulan hingga ikan nila mampu menghasilkan larva. Proses pemijahan berawal dari ikan betina yang mengeluarkan telur dan kemudian ikan jantan menyemprotkan spermanya sehingga terjadi pembuahan. Dalam waktu 2 minggu induk betina mampu menghasilkan telur, dan setelah itu dibuahi oleh induk jantan. Maka telur tersebut dimasukkan kembali kedalam mulut induk betina dan dieramiterjadi selama 2-3 hari (karena ikan nila memiliki sifat mouth breeding)Selama mengerami telurnya, induk betina tidak pernah makansehingga badannya kurus., kemudian menetas setelah 4-5 hari setelah telur menetas dan menjadi larva. Ketika telur menetas larva masih tetap berada dalam mulut induk induk nila, ikan nila membutuhkan waktu 1-2 minggu untuk merawat dan memelihara larva ikan nila. Setelah 1-2 minggu larva ikan nila akan di lepas oleh induk ikan nila.
Sekali bertelur, indukkan nila dapat mengeluarkan telur sebanyak 300 - 3000 butir, tergantung besar dan berat induk ikan betina. Induk muda yang pertama kali bertelur kemampuannya masihsedikit. Semakin tua umur indukan ikan nila yang dipijahkan, maka semakin banyak produksi telur yang dihasilkan. Induk yang terlalutua juga mulai menurun kualitas produksi telurnya serta kurang baik mutu telur yang dihasilkan. Di BBI Km 36 induk ikan nila dipijahkan hanya 8 kali, kemudian digantidengan indukan yang baru.
3.3.3. Pemanenan Larva
Pemanenan larva dilakukan pada pagi dan sore hari, pada waktu ini larva muncul di pinggiran kolam pemijahan, larva diserok menggunakan serok halus dan dikumpulkan di ember sebelum dipindahkan ke akuarium yang sebelumnya sudah disiapkan di ruangan hatchery. Larva yang dipanen dilakukan dengan cara panen pungutdan didapat 500 ekor larvadapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar7. Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)Umur 12 Hari
Sumber : (Foto/Dokumentasi PKL)
Larva nila yang telah dikumpulkan selanjutnya di pelihara di akuarium selama 7 hari pemeliharaan di hatchery dengan padat tebar 5.208 ekor/m3 diberi aerasi pada akuarium untuk mensuvle oksigen pada akuarium. Pada pemeliharaan larva ikan nila ini di berikan pakan luar yaitu pakan buatan berupa pellet fengli selama 1 minggu pemeliharaan di akuarium. Setelah seminggu larva di pindahkan ke kolam pendederan agar mendapat ukuran lebih besar dengan padat tebar 345 ekor/m3 .
3.3.4. Penebaran Larva ke Kolam Pendederan
Pendederan merupakan kelanjutan dari pemeliharaan larva untuk mencapai ukuran benih. Setelah larva di hatchery sudah berumur 7 hari, maka larva nila tersebut dipanen untuk didederkan dikolam yang lebih besar yang sudah ditumbuhi dengan pakan alami. Pemanen larva dilakukan dengan cara menyurutkan sebagian air di akuarium, lalu larva diserok dengan menggunakan 2 serok halus yang di iring sampai ke sisi kolam. Penyerokan dilakukan secara pelan-pelan agar larva nila tidak stress. Larva nila yang tertangkap ditampung dan disimpan kedalam 2 baskom yang sudah diisi air sedikit dan diberi aerasi. Sesudah itu larva yang sudah ditampung segera ditangani dengan cepat dan dipindahkan ke kolam pendederan untuk menghindari banyaknya larva nila yang mati. Pendederan larva nila dilakukan pada pagi atau pun sore hari pada saat dimana terik matahari tidak terlalu menyengat dan suhu normal atau berada pada kisaran rata-rata, sehingga larva nila tidak mengalami guncangan suhu yang drastis. Namun, dalam pelaksanaan magang pemanenan larva dan pendederan larva dilakukan pada pagi hari mulai dari pukul 06:30 – 08:00 WIB. Pada saat pendederan larva nila jangan langsung didederkan kedalam kolam melainkan larva nila dibiarkan beradaptasi terlebih dahulu dengan suhu yang dikolam dan biarkan kurang lebih 10 menit, setelah itu baru larva ditebar dikolam. Selama kurang lebih 1 minggu larva diberi pakan dari luar berupa pakan pf 100 dikarenkan ukuran larva sudah mulai membesar.
3.4. Parameter pengamatan
Adapun parameter yang diamati dalam kegiatan teknik pemeliharaan larva ikan nila (Oreochromis niloticus) di balai benih ikan (BBI)KM 36 Kec. Bukit Batu Tangkiling Kota Palangkaraya Kalimantan tengah adalah pertumbuhan panjang mutlak, Pertumbuhan bobot mutlak, Tingkat kelangsungan hidup larva, dan konversi pakan.
3.4.1. Pertumbuhan panjang mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak digunakan untuk menghitung pertambahan panjang ikan selama pemeliharaan. Pengukuran panjang dilakukan dengan mengukur panjang total. Panjang total adalah pengukuran ikan dimulai dari ujung bagian mulut sampai dengan ujung bagian ekor yang paling belakang. Pengukuran pertumbuhan panjang mutlak ikan ini dilakukan pada minggu pertama, kedua dan ketiga selama satu bulan, dengan mengukur panjang beberapa sample ikan pada kolam pemeiharaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung pertumbuhan panjang mutlak menggunakan rumusmenurut (Effendiet al 2006),rumus tersebut adalah sebagai berikut:
L= Lt – Lo
Keterangan:
Lt = Panjang rata-rata ikan uji pada akhir pemeliharaan (cm)
Lo = Panjang rata-rata ikan uji pada awal pemeliharaan (cm)
L = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)
3.4.2 Pertumbuhan Bobot Mutlak
Pertumbuhan bobot mutlak adalah selisih antara bobot basah pada akhir penelitian dengan bobot basah pada awal penelitian. Pengukuran pertumbuhan bobot mutlak ikan ini dilakukan pada minggu pertama, kedua dan ketiga selama satu bulan, dengan menimbang bobot beberapa sample ikan pada kolam pemeiharaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung pertumbuhan bobot mutlak (W) menggunakan rumus menurut (Effendi et al, 2006), rumus tersebut adalah sebagai berikut:
W = Wt - Wo
Keterangan:
W = Pertumbuhan bobot mutlak (g)
Wt = Bobot rata-rata ikan uji pada akhir penelitian (g)
Wo = Bobot rata-rata ikan uji pada awal penelitian (g)
3.4.3. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva (SR)
Tingkat kelangsungan hidup larva (SR)merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme awal saat penebaran yang dinyatakan dalam bentuk persen dimana semakin besar nilai persentase menunjukkan makin banyak organisme yang hidup selama pemeliharaan (Effendi 1997), Tingkat kelulushidupan larva dapat di peroleh dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 1997).
SR%=
Nt
100
No
Keterangan :
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah larva yang hidup di akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah larva yang hidup diawal memeliharaan (ekor)
3.3.4. Food Convertion Ratio (FCR)
Food Convertion Ratio (FCR) atau konversi pakan merupakan satuan untuk menghitung efisiensi pakan pada budidaya pembesaran atau penggemukan. Menurut Effendie (1997), rumus FCR yang digunakan adalah sebagai berikut:
FCR =
F
Wt- Wo
Keterangan :
F : Jumlah pakan yang dihabiskan selama penelitian
Wt : Bobot biomassa hewan uji pada akhir pemeliharaan
Wo : Bobot biomassa hewan uji pada awal pemeliharaan
3.5. Analisis data
Data yang diperoleh dari BBI KM 36 Kecamatan Bukit Batu Tangkiling di kumpulkan dan ditabulasikan dalam bentuk tabel selanjutnya dianalisis secara deskriptif yaitu membandingkan hasil survey dengan literatur yang berhubungan dengan praktek, kemudian dibahas sesuai dengan literature yang ada.
IV. KEADAAN UMUM BALAI BENIH IKAN (BBI) KM 36
4.1. Keadaan Umum Unit Balai Benih Ikan (BBI) Km 36 Tangkiling
Dulunya Unit Balai Benih Ikan Km 36 adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang dibawahi oleh Dinas Perikanan dan Peternakan Kota Palangka Raya, namun sekarang balai tersebut tidak lagi gabung dengan dinas peternakan melainkan membuat UPT sendiri yang dibawahi langsung oleh Dinas Perikanan Kota Palangka Raya sejak tahun 2017 sampai sekarang ini. Unit Balai Benih Ikan Km 36 ini terletak di Jalan Pesona Alam III Kelurahan Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya. Unit Balai Benih Ikan Km 36 Tangkiling ini mempunyai total luas lahan sekitar 2 ha yang saat ini terdiri dari bangunan seluas ± 0,3 ha dan kolam beton seluas ± 1 ha. Unit Balai Benih Ikan Km 36 memiliki tugas pokok untuk memelihara indukan dan menghasilkan benih ikan demi keperluan budidaya ikan yang dilakukan oleh masyarakat atau petani ikan. Benih ikan yang dihasilkan oleh Unit Balai Benih Ikan Km 36 tangkiling saat ini antara lain benih ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus), ikan lele dumbo (Clarias gariepsinus bursell), ikan koi (Cyprinus carpioSp.), ikan nila (Oreochromis niloticus), dan ikan betok (Anabas testudineus).
Unit Balai Benih Ikan Km 36 Tangkiling termasuk dalam Kelurahan Tangkiling, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya. Unit Balai Benih Ikan ini berjarak ±36 km dari pusat Kota Palangka Raya. Sumber air Unit Balai Benih Ikan Km 36 Tangkiling berasal dari aliran anak sungai yang mengalir dari perbukitan di sekitar Balai Benih Ikan Km 36, aliran anak sungai tersebut kemudian dibuat saluran irigasi untuk mengisi kolam yang ada di Balai Benih Ikan dengan cara dibendung terlebih dahulu hingga permukaan air pada saluran irigasi melebihi tinggi pipa pintu pemasukan air kolam sehingga air kolam dapat terisi dan jika ingin menguras air kolam kembali maka pipa pintu pemasukan di tutup atau dimiringkan ke atas dan pipa pengeluaran diangkat atau dimiringkan kebawah.
4.2. Letak Geografis
Kecamatan Bukit Batu yang merupakan salah satu dari lima kecamatan yang berada dalam wilayah Kota Palangka Raya Kecamatan Bukit Batu secara administrasi berbatasan dengan :
a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rakumpit
b) Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau
c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Jekan Raya
d) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Katingan
Unit Balai Benih Ikan (BBI) Km 36 (BPS Kota Palangka Raya, 2014) terletak di (13330’ 13350’ Bujur Timur dan 135’ 140’ Lintang Selatan) tepatnya berada di Kelurahan Tangkiling,
4.3. Potensi Sumber Daya Alam
Dilihat dari segi mata pencarian penduduk di daerah kelurahan Banturung Kecamatan bukit batu sebagian besar mata pencariannya dibidang perikanan, perkebunan, buruh dan peternakan dan sisanya mata pencarian sebagai pedagang dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Secara umum potensi sumber daya alam didaerah Tangkiling cukup baik, diantaranya dapat dilihat didaerah Tangkiling terdapat 2 musim yakni musim penghujan dan musim kemarau. Biasanya musim penghujan terjadi pada bulan november-mei dan musim kemarau terjadi pada bulan juni-oktober.Pada umumnya suhu didaerah Unit BBI Km 36 Tangkiling berkisar antara 20-300C. Sumber air yang dipakai untuk mengairi areal perkolaman di Unit BBI Km 36 Tangkiling berasal dari aliran anak sungai yang mengalir dari perbukitan langsung yang kemudian dibuat parit atau salauran irigasinyauntuk mengairi kolam dengan debit air 30 liter/detik.
4.4. Fasilitas Unit Balai Benih Ikan (BBI) Km 36 Tangkiling
BBI Tangkiling memiliki beberapa unit fasilitas yang dapat digunakan untuk menunjang kegiatan. Fasilitas yang ada di Unit Balai Benih Ikan Km 36 Tangkiling antara lain gedung bangunan, seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Bangunan di Unit Balai Benih Ikan Km 36 Tangkiling
No
Nama Bangunan
Jumlah
Kondisi
1
Rumah Karyawan
2
Baik
2
Hatchery
1
Baik
3
Gudang Penyimpanan
1
Baik
Jumlah
4
Sumber : Data BBI Km 36
Jenis kolam yang terdapat di Unit Balai Benih Ikan Km 36 Tangkiling merupakan jenis kolam yang permanen. Kolam tersebut dibangun dengan dinding berupa beton, sedangkan bagian dasarnya berupa tanah. Ukuran dari kolam-kolam tersebut beranekaragam, sesuai dengan kegunaanya. Berikut kegunaan dan jumlah kolam di Unit Balai Benih Ikan Km 36 Tangkiling dapat dilihap pada Tabel 4.
Tabel 4. Kegunaan dan Jumlah kolam di Unit Balai Benih Ikan Km 36 Tangkiling
No
Kegunaan Kolam
Ukuran Kolam
Jumlah
1
Kolam Indukan
15m x 20 m
3 buah
2
Kolam Pembesaran
20m x 25 m
6 buah
3
Kolam Pendederan
6m x 10 m
3 buah
4
Kolam pemecah arus
15m x 25 m
1 buah
Jumlah
13 buah
Sumber : Data BBI Km 36
Selain fasilitas kolam dan bangunan terdapat sarana dan prasarana lain yang dimiliki Unit Balai Benih Ikan (BBI) Km 36 Tangkiling seperti disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Sarana dan Prasarana di Unit Balai Benih Ikan Km 36 Tangkiling
No
Nama
Jumlah
Kondisi
1
Bak Pemijahan
6 buah
Baik
2
Bak Fiber
3 buah
Baik
3
Aquarium
15 buah
Baik
4
DO Meter
1 buah
Baik
5
pH meter
2 buah
Rusak
6
Termometer
1 buah
Baik
7
Tabung Oksigen
2 buah
Baik
8
Hapa
6 buah
Baik
9
Mesin Pompa Air
1 buah
Baik
10
Timbangan
1 buah
Baik
11
Cangkul
1 buah
Baik
12
Baskom Plastik
3 buah
Baik
13
Alat ukur benih
6 buah
Baik
14
Ancau Kecil
1 buah
Baik
15
Ancau Besar
1 buah
Baik
16
Arco Dorong
1 buah
Baik
17
Blower
3 buah
Baik
18
Mesin pemotong rumput
1 buah
Baik
Sumber : Data BBI Km 36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
5.1.1. Pertumbuhan
Hasil pengukuran pertumbuhan bobot mutlak dan panjang mutlak selama PKL dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada pengukuran pertama (hari ke 1), pengukuran kedua (hari ke 7), dan pengukuran ketiga (hari ke 14). Data hasil pengukuran selama PKL terdapat pada Lampiran 4 dan 5 serta disajikan hasil pada Tabel 6 dan Tabel 7.
Tabel 6. Data Hasil Rata-rata Panjang (cm) dan Bobot (g)
Waktu (Hari ke)
Panjang (cm)
Bobot (g)
Hari ke 1
0,89
0,17
Hari ke 7
1,91
0,53
Hari ke 14
3,79
1,02
Sumber : Praktek Keterampilan Lapangan 2019
Sedangkan, hasil pertambahan panjang mutlak (cm) dan bobot mutlak (g) larva dalam pemeliharaan selama PKL didapat dan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Data Hasil Pertambahan Panjang Mutlak (cm) dan Bobot Mutlak (g)
Waktu (Minggu)
Panjang Mutlak (cm)
Bobot Mutlak (g)
Minggu pertama
1,02
0,36
Minggu kedua
1,88
0,49
Sumber : Praktek Keterampilan Lapangan 2019
Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa, panjang rata-rata larva tiap minggunya meningkat yaitu minggu pertama 0,89 cm, minggu kedua 1,91 cm, dan minggu ketiga 3,79 cm. Sedangkan bobot rata-rata larva tiap minggunya meningkat yaitu minggu pertama 0,17 cm, minggu kedua 0,53 cm, dan minggu ketiga 1,02 cm. Dapat dilihat bahwa tiap minggunya larva memiliki pertambahan pada tiap minggunya sehingga larva bertumbuh dan berkembang. Pada Tabel 7 dapat dilihat dimana wadah pemeliharaan yang menghasilkan panjang mutlak tertinggi adalah pada kolam pendederan yaitu pada minggu ke II denganpertumbuhan panjang mutlak akhir 1,88 cm, dan kolam pemeliharaan di akuarium dengan panjang mutlak akhir 1,02 cm.Sedangkan,bobotmutlak akhir 0,49 gram, dan disusul pada kolam pemeliharaan di akuarium dengan bobot mutlak akhir 0,36 gram. Dapat dilihat bahwa tiap minggunya larva memiliki pertumbuhan yang meningkat.
5.1.2. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva (SR)
Hingga akhir kegiatan praktek ini diperoleh data kelangsungan hidup I kan nila yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva (SR)
No
Wadah
Waktu pemeliharaan
Penebaran
SR (%)
Awal
akhir
1
Akuarium
10 hari
500
484
96,8
2
Kolam pendederan
7 hari
484
478
98,7
Sumber : Praktek Keterampilan Lapangan 2019
Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa, tingkat kelangsungan hidup larva pada akuarium berkisar 96,8 %, sedangkan tinkat kelangsungan hidup larva pada kolam pendederan berkisar 98,7%.
5.1.3. Food Convertion Ratio (FCR)
Hasil pemberian pakan larva ikan nila selama 30 hari pada PKLdilakukan sebanyak 2 kali pemberian pakan yaitu pada minggu I di wadah pemeliharaan akuarium dan pada minggu ke II pada wadah pemeliharan kolam pendedera. Data hasil pengukuran selama PKL terdapat pada Lampiran 5 serta disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Data Hasil Food Convertion Ratio (FCR)
Waktu
Wadah
FCR
Minggu I
Akuarium
1,04
Minggu II
Kolam Pendederan
2,3
Sumber : Praktek Keterampilan Lapangan 2019
Pada PKL ini, kebutuhan pakan benih ikan nila dihitung berdasarkan hasil penimbangan rata-rata benih ikan nila per satu minggu dan presentase pakan yang diberikan selama kegiatan sesuai dengan dosis sehingga didapat 2 hasil pemberian pakan yaitu pada minggu pertama dengan hasil FCR 1,04 dan pada minggu kedua dengan nilai FCR 2,3. Dan pemberian pakan terendah ditunjukan pada minggu I pada wadah pemeliharaan yang di lakukan pada akuarium.
5.1.4. Kualitas Air
5.1.4.1. Kualitas Air di Akuarium
Hasil pengukuran kualitas air di akuarium pada kegiatan praktek lapangan mengenai pemeliharaan larva ikan nila di Balai Benih Ikan (BBI) Tangkiling Km 36 Kota Palangkaraya dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada pengukuran pertama (Minggu I), pengukuran kedua (Minggu II), dan pengukuran ketiga (Minggu III) data hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kualitas Air Selama Pemeliharaan Larva di Akuarium
No
Parameter
Kisaran
1
Suhu
27-28ºC
2
Ph
6,85 – 7,50
3
DO mg/l
5,1 – 7,7
Sumber : Praktek Keterampilan Lapangan 2019
Tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa, pengukuran kualitas air pada akuarium selama kegiatan yaitu suhu berkisar 27-28ºC, pH berkisar 6,85 – 7,50, dan DO 5,1 – 7,7 mg/l.
5.1.4.2. Kualitas Air di Kolam Pendederan
Hasil pengukuran kualitas air di akuarium dapat kegiatan praktek lapangan mengenai pemeliharaan larva Ikan Nila di Balai Benih Ikan (BBI) Tangkiling Km 36 Kota Palangkaraya dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Kualitas Air Selama Pemeliharaan Larva di Kolam Pendederan
No
Parameter
Kisaran
1
Suhu ºC
27-28ºC
2
pH
6,74 – 7,90
3
DO mg/l
5,7 – 9,7
4
Kecerahan cm
19 - 20
5
Ketinggian air cm
70
Sumber : Praktek Keterampilan Lapangan 2019
Tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa, pengukuran kualitas air pada wadah kolam pendederan selama kegiatan yaitu suhu berkisar 27-28ºC, pH berkisar 6,74 – 7,90, DO 5,7 – 9,7 mg/l, kecerahan berkisar 19 – 20 cm, ketinggian 70 cm.
5.2. PEMBAHASAN
5.2.1. Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan proses pertambahan panjang dan berat suatu organisme yang dapat dilihat dari perubahan ukuran panjang dan berat dalam satuan waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan, umur dan kualitas air. Menurut Hidayat et al. (2013), pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar, adapun faktor dari dalam meliputi sifat keturunan, ketahanan terhadap penyakit dan kemampuan dalam memanfaatkan makanan, sedangkan faktor dari luar meliputi sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Menurut Effendi (1997) pertumbuhan merupakan perubahan ukuran ikan baik dalam berat, panjang maupun volume selama periode waktu tertentu yang disebabkan oleh perubahan jaringan akibat pembelahan sel otot dan tulang yang merupakan bagian terbesar dari tubuh ikan sehingga menyebabkan penambahan berat atau panjang ikan. Dari hasil kegiatan yang saya lakukan didapat bahwa panjang mutlak dan bobot mutlak ikan nilapemeliharaan menghasilkan panjang mutlak tertinggi pada kolam pendederan yaitu pada minggu ke II denganpertumbuhan panjang mutlak akhir 1,88 cm, dan kolam pemeliharaan di akuarium dengan panjang mutlak akhir 1,02 cm. Sedangkan,bobotmutlak akhir 0,49 gram, dan disusul pada kolam pemeliharaan di akuarium dengan bobot mutlak akhir 0,36 gram.dibandingkan dengan penelitian yang diberikan pakan dengan campuran probiotik menghasilkan pertumbuhan mutlak berbeda. Pakan berprobiotik memiliki pertumbuhan bobot tubuh yang lebih tinggi dibandingkan larva yang no-probiotik. Menurut Yanti et al., (2013), komponen lain yang juga dibutuhkan dalam pakan yaitu vitamin dan mineral dalam jumlah yang kecil, namun kehadirannya dalam pakan juga penting karena dibutuhkan tubuh ikan untuk tumbuh dan menjalani beberapa fungsi tubuh. Ikan akan mengkonsumsi pakan hingga akan memenuhi kebutuhan erginya, sebagian besar pakan digunakan untuk proses metabolism dan sisanya digunakan untuk beraktifitas lain seperti pertumbuhan (Subamia et al., 2003)
5.2.2. Tingkat Kelangsungan Hidup Larva (SR)
Tingkat kelangsungan hidup larva pada akuarium berkisar 96,8 %, sedangkan tingkat kelangsungan hidup larva pada kolam pendederan berkisar 98,7%.Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan larva ikan nila dalam akuarium dan kolam pendederan. Menurut Pramono dan Sri (2012), yang menjelaskan bahwa kematian larva yang tinggi dikarenakan pada fase kritis stadia larva, terjadi peralihan pemanfaatan makanan dari pakan alami ke pemanfaatan energy pakan dari luar.Hasil perhitungan kelangsungan hidup larva ikan nila dibandingkan dengan literature pemeliharaan larva yang menggunakan campur probiotik pada pakannya, menujukakan tingkat kelangsungan hidup yang berbeda. Pemberian pakan yang diberikan probiotik memiliki tingginya kelangsungan hidup hingga mencapai 100%. Hal tersebut dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pakan berprobiotik yang cukup untuk mendukung kebutuhan pokok ikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Harun (2007), bahwa kecukupan jumlah dan jenis yang cukup untuk mendukung kebutuhan pokok ikan dapat menunjang kehidupan ikan.
5.2.3. Food Convertion Ratio (FCR)
Pada kegiatan ini, kebutuhan pakan larva ikan nila dihitung berdasarkan hasil penimbangan berat larva ikan nila per satu minggu. Presentase pakan yang dibaerikan selama kegiatan yaitu sesuai dengan dosis yaitu 30% dari rata-rata berat biomassa. Pada tabel 9 menunjukkan tingkat pemberian pakan yang meningkat .
Pertumbuhan ikan nila mengalami kenaikan panjang dan berat yang disebabkan oleh terpenuhinya pakan alami dan pakan tambahan secara optimal di wadah pemeliharaan. Pakan buatan yang diberikan pada benih ikan nila di kolam pendederan adalah pakan yang mengandung kadar protein yang cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto (2005) bahwa ikan nila yang diberi pakan berupa pellet dengan kadar protein 20-25 %; dan berdasarkan SNI 01-7242-2006 minimal 25% (Amrullah, et al, 2018). Lebih lanjut, (Ahmady, et al, 2005) menyatakan bahwa ikan akan mengalami pertumbuhan lambat dan ukurannya kecil, bila makanan yang diperoleh sedikit, dan sebaliknya pertumbuhannya akan cepat serta ukurannya besar jika makanan cukup dan populasi dibatasi.
5.2.4. Kualitas Air
Kisaran suhu dari awal hingga akhir penelitian masih dalam kisaran yang normal untuk pertumbuhan ikan nila. Suhu pada media pemeliharaan ikan nila untuk pemeliharaan selama penelitian berkisar antara 27-28ºC masih dalam kisaran yang baik untuk pemeliharaan ikan nila. Hal ini sesuai dengan penelitian Effendi et al. (2015) yang menyatakan suhu optimum untuk pertumbuhan ikan adalah 25-32 ºC. Oksigen terlarut merupakan faktor terpenting dalam menentukan kehidupan ikan. Kisaran kandungan DO pada wadah pemeliharaan berkisar antara 5,1-9,7 mg/l dan masih dalam kisaran DO yang baik untuk pemeliharaan ikan nila. Hal ini sesuai (Popma dan Masser, 1999) ikan nila dapat bertahan hidup pada kandungan oksigen terlarut (DO) lebih dari 0,3 mg/l, sangat dibawah batas toleransi untuk kebanyakan ikan budidaya. Walaupun ikan nila dapat bertahan hidup pada kandungan oksigen rendah pada beberapa jam, kolam ikan nila harus diatur untuk mempertahankan kandungan oksigen terlarut di atas 1 mg/l. Kisaran pH selama penelitian 6,74 – 7,90 dan masih dalam kisaran yang dapat ditoleransi untuk pemeliharaan ikan nila sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa kisaran pH yang optimal untuk pemeliharaan ikan nila 6-8,5. Hal tersebut menunjukan bahwa kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan dan perkembangan larva ikan nila.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Pemeliharaan larva dilakukan pada wadah akuarium dan hapa ukuran 2x1 m selama 1 bulan. Pakan untuk larva umur 7 hari diberi pakan pelet tepung. Dan 1 minggu setelah masa pemeliharaan diberi pakan pf 100. Berdasarkan hasil penelitian larva ikan nila dalam pemeliharaan 30 hari mempunyai nilai pertumbuhan panjang dan pertumbuhan bobot masing-masing berkisar dari 3-4cm dan 0,85 g. Hasil panen yang didapat ukuran yaitu 1-3 cm dengan persentase 90-95 % dan kisaran pH yang optimal untuk pemeliharaan ikan nila 6,74 – 7,90, suhu berkisar antara 27-28ºC dan DO berkisar antara 5,1-9,7 mg/l. Hal tersebut menunjukan bahwa kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan dan perkembangan larva ikan nila.
Selama pemeliharaan larva ikan nila tidak ada penyakit yang ditemukan. Hal ini disebabkan karena kualitas larva yang digunakan termasuk baik, adaptif atau mudah menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan lingkungan serta tahan terhadap gangguan hama dan penyakit.
6.2. Saran
Sebaiknya induk yang digunakan sudah melewati masa pemeliharaan untuk pemilihan tingkat kematangan gonad dengan pemulihan 1,5 bulan. Sehingga induk yang dipijahkan dapat menghasilkan larva yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Allanson, B. R., Bok, A., and Van W. y. k., NI. 1971. The Influence of Exposure
To Low Temperature on Tilapia mossambica Peters (Cichlidae). II.
Changes in serumosmolarity, sodium, and chloride ion concentrations.
Journal of Fish Biology3:181-185.
Amrullah, Baiduri, M. A., dan Wahidah. 2018. Produksi pakan murah untuk budidaya Ikan nila di Kabupaten Pangkep. Jurnal Pengabdian Masyarakat
Borneo Mengabdi.Vol 2 (1), 1 Juni 2018.
Austin B., and Austin D. A. 1993. Bacterial fish Pathogens. In Disease in Farmed And Wildfish, Ellis Horwood Ltd, Publisher, Chichester, England.
Cahyoko, Y., Arif , M., dan Pertiwi, K. 2011. Pengaruh Pemberian Pakan Buatan,
Pakan Alami, dan Kombinasinya terhadap Pertumbuhan, Rasio Konservasi
Pakan dan Tingkat Kelulushidupan Ikan Sidat (Anguilla Bicolor). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga
Effendi, M. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta : Kanisius
Effendi, J., and Mose, J. (2015). Obstetri Intervensi. Jakarta: Sagung Seto.
Essa, M. A., and Haroun, R. M. 1998. Cross breeding experiments on some important Fishesof family Cichlidae (genus Oreochromis) and evaluation of their hybrids.Journal of Aquatic Biology and Fisheries, 2(3): 43- 61.
Hidayat, D., Ade, D. S., dan Yulisman. 2013. Kelangsungan hidup, pertumbuhan dan Efesiensipakan ikan gabus (Channa striata) yang diberi pakan berbahan baku tepungkeong mas (Pomacea sp). Jurnal akuakultur rawa indonesia. 1 (2) :161–172.
Harrysu. 2012. Ikan Nila http://kuliah-ikan.blogspot.com/diakases pada tanggal
31 Oktober 2012 pukul 16.30 WIB
Harun. 2007. Pengaruh Kadar Protein dan Nisbah Energi Protein Pakan Berbeda
Terhadap Kinerja Pertumbuhan Benih Ikan Batak (Labeobarbus soro).
Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Irianto, A. 2004. Probiotik akuakultur. Gadjahmada Universitas press.
Yogyakarta. 125 p.
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme, jilid 1, Yrama
Widya, Bandung.
Kordi, K. M., dan Ghufran. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Cetakan Perama. Jakarta: PT Rineka Cipt. 2007. Pengelolaan Kualitas Air. PT Rineka Cipta, Jakarta
Popma, T., and Masser, M. 1999. Tilapia life history and biology. SRAC
Publication No.283. Southern Regional Aquaculture Center, MSU.
Mississippi, United Statesof America. 4.
Pramono, T. B., dan Sri, M. 2012. Pola Penyerapan Kuning Telur dan
Perkembangan Organogenesis Pada Stadia Awal Larva Ikan Brek (putius
orphoides). Program Sarjana Perikanan dan Kelautan Universitas Jendral
Soedirman, Purwoekerto.
Prayoga, A. 2011. Sukses Budidaya Nila Tumpangsari Jamur Tiram. Abata Press.
Yogyakarta. 120 hal.
Robisalmi, A., dan Setyawan, P. 2013. Potensi Produksi Benih Ikan Nila Biru (Oreochromis aureus) untuk menunjang budidaya. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Indonesia Hasil Penelitian Kelautan dan Perikanan Tahun 2012.Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.pp. 1-7
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Rupa Aksara.
Jakarta. 520 hal.
Sunarno dan Widiyati. 2010. Dampak Penggunan Pakan Buatan Terhadap
Keberlanjutan Perikanan Budidaya di Perairan Waduk . Badan research
kelautan dan perikanan. Bogor.
Sutanto, D. 2015. Budidaya Nila. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. 127 hal.
Sutisna, D. H., dan Sutarmanto, R. 1999. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kasinius.
Yogyakarta. 132 hal.
Suyanto, R. 2005. Budidaya Ikan Nila. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tiani dan Narayana, Y. 2018. Teknik Pemeliharaan Larva Ikan Nila (Oreocremis Niloticus) Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi, Jawa Barat di akses pada https://www.Jurnal.Yapri.ac.id (akses 1 Desember 2019).
Widyanti, W. 2009. Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yang Diberi Berbagai Dosis Enzim Cairan Rumen Pada Pakan Berbasis Daun Lamtorogung (Leucaena leucocephala). Institut Pertanian Bogor.
Yanti, Z., Muchlisin, Z. A., dan Sugito. 2013. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup BenihIkan Nila (Oreochromis niloticus) Pada Beberapa Konsentrasi Tepung Daun Jaloh (Salix trasperma) Dalam Pakan.
x